Kronologi Tenggelamnya Kapal Onrust : Kapal Kebanggaan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Kronologi Tenggelamnya Kapal Onrust. Kapal Kebanggaan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Kapal Onrust tiba di Lontontuor tanggal 19 Desember 1859 dan membuang sauhnya di tengah sungai, Kampung Lontontuor sebenarnya adalah paling ujung dari deretan sejumlah kampung di aliran Sungai Barito. Di pedalaman, rumah dibangun mengikuti kelokan sungai yang semakin ke hulu semakin banyak.
Di sekelilingnya ditumbuhi hutan-hutan lebat dengan pohon-pohon yang tinggi dan semak belukar. Lebar sungai berkisar antara 128 m kedalamannya biasanya 14,6 m jika tidak kemarau. Tetapi di setiap tempat berbeda, turun-naiknya tidak teratur
kadang-kadang kecepatannya sangat deras.
Atas perintah Van der Velde mesin kapal dimatikan. Haji Taib (Haji Taib ini kemudian akan menjadi saksi tenggelamnya Onrust kepada Belanda) mengirim Talib dan Takul untuk membawa surat kepada Tumenggung Surapati (Pejuang Kesultanan Banjar orang Kepercayaan Pangeran Antasari) dan kepala-kepala suku Dayak lainnya di Teweh, Lahei, Murung dan Siang. Mereka semua diundang datang untuk berunding. Perundingan ini dimaksudkan untuk menangkap Pangeran Antasari dengan mengimingi Tumenggung Surapati harta yang banyak.
Tanggal 27 Desember 1859 Surapati tiba di Lontontuor dengan 15 orang pengikut termasuk dua orang putranya, Temenggung Kornel dan Temenggung Lada, menantunya Burakhman (Kiai Karsa Muda) dan mantri-mantri serta Wangkang (kelak bergelar Panglima) dalam rombongan itu dan 20 kapal kecil. (Pasukan Belanda di Kapal Onrust belum tahu bahwa Tumenggung Surapati mempunyai rencana sendiri, mereka mengira Surapati mau bekerja sama dengan Belanda)
Selagi mereka mendayung menuju kapal, Haji Taib melihat perahu-perahu mereka itu tidak menggunakan atap. Orang-orang itu hanya mengenakan celana pendek, bukannya sarung, dan mereka juga membawa mandau. Hanya Haji Taib yang mengerti apa maksudnya ini semua.
Menurut Haji Taib, ia telah mengingatkan Bangert bahwa tamu-tamunya itu menunjukkan gelagat yang tidak bersahabat. Mereka siap untuk bertempur! Meskipun demikian, Surapati, putra-putranya, dan menantunya disambut di atas kapal. Perahu-perahu laindengan para pendayungnya berhenti menunggu pada jarak tertentu dari Onrust.
Bangert dan Van der Velde mengundang Surapati bersama-sama putra-putra dan menantunya turun ke kabin untuk berunding. Para mantrinya di dek menunggu dan mengobrol dengan para perwira yang melayani mereka dengan minum-minum, termasuk dokter Dilg dan Waldeck.
Surapati sekeluarga dibawa berkeliling kapal. Mereka lebih tertarik pada meriam kapal 30 pon. Tiba-tiba salah seorang putra Surapati mencabut mandaunya dan berteriak "amuk!" Ia menebas Bangert yang lalu tersungkur jatuh.
Pada waktu yang bersamaan Surapati juga mencabut mandaunya dan memarang Van der Velde. Sebelum tewas, Van der Velde masih sempat menarik poniardnya dan menikam Surapati, namun hanya melukai jidatnya. Perwira-perwira lain berlompatan melalui lubang jendela kapal dari kabin-kabin mereka, sementara pelaut pelaut lain lari ke dek.
Rupanya dalam suasana kecamuk seperti itu para penyerang sudah tidak bisa lagi menandai siapa-siapa yang akan jadi korban-korban mereka. Bagi mereka semuanya adalah musuh. Dan yang terdekat yang dapat mereka capai harus dihabisi. Agaknya dalam keadaan semacam ini Wangkang membunuh dokter Dilg dengan mandaunya.
Mendengar teriakan "amuk," perahu-perahu yang semula menunggu sembunyi di tikungan sungai dengan didayung oleh kira-kira 60 orang melesat cepat datang menyerang kapal itu. Di tikungan sungai, tiba-tiba muncul. Kira-kira 500 sampai 800 prajurit Dayak menyerbu kapal itu. Pada saat itu Haji Taib dan dua pelayannya bergegas meninggalkan kapal melarikan diri dengan sebuah sampan kecil ke tepi sungai. Dari sebuah rakit yang tertambat di tepi sungai mereka menyaksikan apa yang sedang terjadi di kapal itu.
Semua terjadi serba cepat, semua tentara Belanda dibunuh, senjatanya dilucuti. Kapal terbakar dan dalam proses tenggelam setelah direbut dan dijarah isinya, termasuk meriam kapal yang sempat mereka angkut. Ketika itu Haji Taib melihat lima orang juru api (stoker) Eropa dalam pakaian kerja putih muncul di dek.
Mereka memanjat pelindung roda jentera kapal (raderkasten) sambil memegang
pistol-pistol dan sabel-sabel mereka untuk bersembunyi. Tetapi air sampai juga kepada mereka dan ketika mereka berusaha terakhir menyelamatkan diri dengan meloncat dari kapal, dalam waktu sekejap penyerang-penyerang menghabisi mereka di dalam air. Setelah penyerangan orang-orang Dayak kembali ke perahu-perahu mereka dan membiarkan kapal tenggelam sendiri.
Berita yang dibawa oleh Haji Taib selaku saksi mata menimbulkan kegoncangan besar di Banjarmasin. Tanggal 11 Januari 1860 Javaasche Courant di Jawa telah memuat peristiwa menggemparkan itu. Marah karena pembunuhan besar-besaran itu, Mayor G.M. Verspijck, panglima "Ekspedisi Banjarmasin", segera bersiap-siap untuk langsung membalas dendam.
- Datu Cendikia Hikmadiraja Helius Sjamsuddin -
Comments
Post a Comment